Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

NKRI dan Ke-Bhinneka-an.

     NKRI tidak terlepas dari perjuangan para kyai dan santri serta para pemuda. Dalam perjuangan tersebut, untuk merebut kemerdekakan negara kesatuan ini ada berbagai macam tantangan serta pengorbanan yang dilakukan oleh para pejuang bangsa ini.       Dimulai dengan terbentuknya ormas keagamaan, ormas pemuda, ormas pelajar, hingga ormas nasionalisme, diantaranya sarekat dagang islam 1905,  muhammadiyah 1912, budi Utomo 1908,  persis 1923, nahdatul ulama 1926, dll.          Dalam perjuangan kemerdekaan ini bukan saja kaum muslimin yang berperan aktif didalamnya tetapi juga kaum non muslim lainnya, sehingga dalam perumusan ideologi negara kesatuan ini, terjadi berbagai macam perbedaan  pendapat.       Ada yang ingin ideologi negara ini sesuai dengan syariat islam/khilafah dengan alasan bahwa negara kita ini mayoritas muslim dan ada juga yg ingin ideologi pancasila, dengan alasan bahwa negara kita ini negara yang berpenduduk beranekaragam suku, agama, ras, etnis, dan budaya.  

Tradisi vs Islam (isme-isme)

Virus takhayul, bid'ah, dan churafat akhir akhir ini kian merambah hampir kesetiap pelosok pelosok negeri. Tradisi dan budaya yang masih kental dulunya dikalangan masyarakat pedesaan kini mulai dihinggapi virus itu, hingga kemudian mulai luntur dan sedikit demi sedikit dan mulai ditinggalkan dengan dalih takut dicap sebagai pendusta agama, syirik bahkan kafir. Ngeriiii bukan...!!1! Banyaknya kelompok-kelompok "ustadz milenial" muncul membawakan kajian Islam dengan tingkat pemahaman agama yang masih minim dan parsial (sepotong-potong), bisa dibilang mereka jauh dibawah dari para kiyai-kiyai pendahulu yang tidak diragukan lagi, bahkan sanad keilmuan yang sampai ke Rasulullah SAW, (sedikit anekdot terlintas saya menganggap kalau ust milenial mirip seperti motivator). Tidak sedikit dari mereka yang tidak segan-segan mengatakan bid'ah, sampai mengatakan haram dan kafir kepada tradisi dan budaya yang sudah lama dilakukan oleh orang-orang tua pendahulu. Mari kita sa

ASWAJA, Pesantren, dan Eksistensinya

Dalam menjejaki kehidupan kedepannya, para kader ASWAJA An-nahdliyah sekurang-kurangnya, mampu memahami dan mengamalkan tiga bidang. Bidang-bidang yang dimaksudkan ialah Aqidah, fiqih, dan tasawuf. Hal tersebut sebagai bekal diri, serta untuk turut membawa perubahan pada peradaban dunia. Tidak hanya itu, para kader ASWAJA An-Nahdliyah juga sepatutnya membekali diri dengan tafsir hadist dan pemikiran islam dan lainnya. Mengenai hal diatas, itu akan sulit tercapai bila para kader ASWAJA An-Nadliyah jauh dari para Ulama. Karena pada dasarnya, kader ASWAJA An-Nahdliyah yang merupakan golongan mayoritas ummat (As-sawadu al-a'dham) dan mereka adalah generasi yang terhubung sanad pemikirannya (genealogi) hingga ke Tabi'in, Khulafa Al- Rosyidin, bahkan Nabi Muhammad SAW. Olehnya para Kader ASWAJA An-Nahdliyah ini merujuk dan mengikuti jejak pemikiran serta perjuangan KH. Abdul wahid hasyim, KH. Abdul Rahman Wahid, KH. Ahmad Shidiq, KH. Ali ma'shun, KH. MA. Sahal Mahfudh, KH.

Wafatnya Ulama Sepuh Nasionalis.

Saat menulis tulisan ini, tangan dan otakku seperti kompak melakukan pekerjaannya untuk menggambarkan seorang tokoh manusia terbaik yang pernah Allah SWT. lahirkan di bumi penggalan surga, INDONESIA. Mungkin tulisan ini tidak secara ekplisit menggambarkan tentang nasionalis beliau secara keseluruhan. Karena jika hal itu penulis tulisankan semua, mungkin tidak akan cukup waktu untuk menggambarkan dan menuliskan kekaguman penulis terhadap sosok beliau yang sangat kharismatik. Ya, sangat kharismatik. Beliau yang dimaksud bernama Syaikhona K.H. Maimoen Zubair yang wafat pada selasa, 06 Agustus 2019 lalu, di tanah suci Mekkah dan dimakamkan di Maqom Ma'la dekat dengan Sayidah Khodijah AlKubro RA, guru beliau Sayid Alawi al Maliki dan juga Abuya Sayid Muhammad Alawi al Maliki. Dalam dewasa ini, kita tidak lagi menemukan patron kebaikan untuk dijadikan motivasi (motivator); mungkin kita perlu ke rumah sejarah untuk menghidupkan semangat mereka yang telah tiada. Mungkin kata itu yang

Ibadah Qurban dan Politik Simbolik.

Diketahui bersama bahwa, kaum muslimin tinggal berapa hari lagi akan menyambut Hari Raya Suci Idhul Adha (10 Dzulhijjah). Tentunya, dikalangan mayoritas agama islam akan mengadakan atau menjalankan ibadah Qurban. Hal itu untuk memperingati kepatuhan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah untuk menyembelih ismail, putranya. Sehingga lahir kerelaan ismail untuk dikorbankan dalam kisah tersebut. Alquran (red. Islam) menekankan aspek ketaatan mereka (Ibrahim AS, Ismail AS, dan Hajar) dalam berserah diri ke pada tuhan. Secara kasat mata agama, bahwa berkorban adalah pengejawantahan diri kepada tuhan dengan cara menyumbangkan sebagian harta kita berupa hewan ternak, tanpa ada unsur memanfaatkan momen atau hal serupa lainnya. Apakah benar realitas umat islam berbondong-berbondong untuk berkorban, menyumbangkan sedikit hartanya berupa hewan ternak? Iya, inilah bulan umat islam berbondong-berbondong untuk berkorban. Maka, berangkat dari realitas sosial umat islam saat ini, tidak tutup kemu

ISLAM NUSANTARA: Aliran Baru?

Mungkin diantara kita, ada yang sering dan biasa mendengar kata ISLAM NUSANTARA, bahkan mungkin ada yang baru pertama kali mendengarnya. Betulkah islam nusantara itu adalah aliran baru? ataukah islam Nusantara itu adalah aliran yang sesat? Memang, wacana yang berkembang saat ini adalah tidak lepas dari seputaran islam nusantara. Disisi lain, ada yang konfrontatif dan sisi lain pula, ada yang akomodatif. Baik itu dari kalangan ulama, mahasiswa, pelajar, dan bahkan sebahagian orang-orang luar yang terlibat dalam  mendiskusikan persoalan tersebut. Tapi, apakah persoalan ISLAM NUSANTARA hanya membaca sebatas literal tanpa adanya proses membaca kritis langsung membuat sebuah pernyataan bahwa Islam Nusantara itu adalah sesat dan menyimpang dari Ajaran Nabi Muhammad SAW ?. Disini, saya akan menguraikan 3 proses islam nusantara. Pertama, Islam li nusantara; Kedua, Islam fi nusantara; dan yang ketiga, islam min nusantara. Disini saya akan mencoba menjelaskan dari ketiga pernyataan ini

PEREMPUAN DI BAWAH PAYUNG HUKUM

Perempuan adalah tiang negara. Jika mereka rusak, maka rusaklah suatu negara. Mengapa demikian?, sebab dari rahimnyalah akan lahir penerus bangsa kelak. Serta tak dapat dipungkiri, para ibulah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jadi sangat wajib bagi perempuan untuk mencerdaskan dan mewakafkan rahimnya untuk melahirkan calon penerus dan penjaga bangsa. Apalagi menurut penelitian (University of washington), membuktikan bahwa kecerdasan anak di wariskan dari gen ibunya. Artinya bahwa, perempuan mempunyai potensi yang sangat besar terhadap perkembangan suatu peradaban. Masa kini, perempuan sudah sangat mudah dalam hal mendapatkan hak-haknya. Baik dalam dunia politik, ataupun pendidikan. Tidak lagi seperti perjuangan yang dilakukan tokoh emansipasi semisal RA Kartini yang menyuarakan hak atas pendidikan. Tidak pula sesulit perjuangan Kishida Toshiko yang menuntut hak-hak perempuan dalam partisipasi politik. Berbicara tentang hak dan kewajiban, antara perempuan dan laki-laki, semuan

Marhaen, Bung Karno, dan Indonesia.

Suatu hari, saat Soekarno masih duduk dibangku pelajar, dia seperti tiba-tiba diilhami pemikiran cemerlang. Suatu kejadian yang membuatnya merenung untuk melahirkan sebuah paham yang hari ini disebut sebagai ideologi Marhaenisme. Ia ketika itu bolos kuliah, lalu mengelilingi daerah Bandung dengan sepedanya.  Dalam proses perjalanan, ia melihat Pak tani lagi sibuk dengan seuntaian cangkulnya. Lalu, Soekarno perlahan menghampiri pak tani itu kemudian menyapa dan melakukan dialog sederhana bersama pak Marhaen. Seorang petani berbaju lusuh. Berikut percakapan singkatnya, "siapa pemilik sawah ini", tanya Soekarno". Kemudian dijawab oleh orang yang ditanya, "saya juragan, ini tanah turun temurun yang diwariskan dari orang tua. kata petani berbaju lusuh itu". Lalu Soekarno bertanya lagi kepada pak tani itu, "Bajak dan cangkul itu apa punyamu ?. "Ia gan (red. Juragan)". Jawab ringkas pak Marhaen. Bung Karno lanjut bertanya, "lalu hasilnya un

INTERNALISASI ETIKA PESANTREN

Islam nusantara, tidak serta merta hadir begitu saja sebagaimana yang disangkakan sebagian orang masa kini. Melainkan, sudah ada sejak zaman jahiliyah. Adanya proses akulturasi antara agama dan budaya yang berhasil disatukan dan diaktualisasikan dalam tiap langkah meniti masa. Sepatutnya, kita mengetahui bahwa, ada lagi hal-hal penting yang menjadi pijakan sehingga islam nusantara, masih tetap jaya hingga kini yaitu generasi beretika dalam lingkungan pesantren. Pesantren merupakan tempat pemuda-pemudi dahulu hingga kini sebagai tempat menimba ilmu. Pada dasarnya, Pesantren bukan hanya mengajarkan tentang nilai-nilai keislaman. Tetapi juga mengajarkan tentang bagaimana seseorang yang muda, untuk tunduk patuh (hurmat atau Ta'dzim) terhadap gurunya, terkhusus dalam berkelakuan jujur, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia. Etika sangat penting ditanamkan pada setiap pribadi manusia, karena merupakan akar penunjang peradaban bangsa, khususnya umat muslim. Nah, untuk lebih jelas t