Langsung ke konten utama

Generasi Z dan Artifisial Intelegensi

 

Gambar : Muhammad Arya Gandi Abdillah


Penulis : Muhammad Arya Gandi Abdillah

Setiap zaman istilah yang dilabelkan pada setiap generasi selalu berubah-ubah mulai dari generasi old, generasi milineal, dan generasi sekarang yakni generasi z. Seiring dengan perkembangan zaman maka perkembangan setiap generasi pun berubah.

Perubahan istilah tersebut telah berdampak pada sistem serta cara hidup masyarakat, dengan pengalihannya pada alur teknologi, lalu perubahan demikian telah juga merembet pada generasi yang hampir seluruh aturan kehidupannya telah di sandarkan semuanya pada teknologi.

Generasi z telah menjadi label bagi kalangan muda masa kini, dimana era penguasaan teknologi digunakan dalam beragam sektor. Ketika tidak memanfaatkan hal demikian untuk mencari serta menggunakan teknologi sebagai mana mestinya, maka manusia menjadi terlena oleh teknologi yang ada. Teknologi adalah peluang besar para generasi z untuk menemukan informasi positif dibalik penyajian teknologi, apalagi teknologi telah menggurita didalam setiap aktivitas ,dan teknologi menjadi teman setia generasi z.

Dalam ulasan Yuval Noah Harari Gambaran artifisial intelegensi tergambar jelas dalam buku Homo Deus masa depan umat manusia dan 21 lessons 21 adab untuk Abad 21. Buku tersebut menjelaskan tentang artifisial intelegensi (AI) yang mau tidak mau manusia harus berhadapan dengan buatannya yang lebih cerdas penciptanya. Yuval Noah Harari menganalisis bahwa seluruh sektor lini kehidupan manusia akan di isi oleh teknologi, bahkan soal keyakinan manusia sekalipun akan diarahkan pada teknologi, dikarenakan teknologi menyajikan kebutuhan yang bisa menyajikan kebahagiaan.

Tantangan berat bagi manusia ketika teknologi tidak di manfaatkan sebagaimana mestinya, teknologi akan menguasai kita, sementara teknologi itu adalah suatu peluang bagi manusia untuk mengakses hal-hal yang bisa menambah pengetahuan baik pengetahuan umum dan pengetahuan agama serta teknologi sebagai alat untuk mengedukasi.

Teknologi memudahkan manusia untuk mencari informasi apapun yang di inginkan dan juga menyajikan beragam informasi yang sekaitan dengan pemuas hasrat manusia, olehnya itu ketika kita tidak menjadi pembaca yang baik maka penyajian informasi yang ada akan ditelan mentah-mentah tanpa memandang dampak jangka panjang bagi diri sendiri dan orang lain.

Ada banyak hal yang di takutkan terkait problem dari teknologi yang dianggap akan berimplikasi pada pertumbuhan mental generasi. hal demikian juga akan berdampak besar pada peradaban karena sejatinya harapan besar peradaban ada pada generasi muda. Olehnya ketakutan-ketakutan itu harus disertai upaya antisipasi oleh manusia yang sadar akan dampak negatif dari teknologi itu sendiri, salah satunya dengan cara memanfaatkan teknologi ke arah yang lebih produktif serta positif.

Memanfaatkan teknologi sebagaimana mestinya adalah bagian aktivitas dalam menyumbangkan gagasan untuk negara yang di takutkan oleh beberapa orang dan dampak penggunaan teknologi akan terbantahkan oleh pemanfaatan tersebut, sebelum memasuki babak bonus demografi problem tersebut telah terselesaikan.

Maka sebelum masuk dalam tahap bonus demografi, telah ada persiapan yang matang untuk generasi dalam beradaptasi dengannya, sehingga tidak terjadi apa yang di takutkan oleh para pengamat soal meledaknya angka usia produktif yang kurang akan skil dalam dunia kerja.

Secara kesimpulan dalam tulisan ini ialah aktualisasi dari pemahaman atas pengaruh teknologi dalam kehidupan sehari-hari harus di lakukan, karena lewat gerakan sederhana itu yang di lakukan setidaknya menjadi gerakan dari sedikit demi sedikit untuk mengantisipasi dampak negatif dari teknologi. "Orang hebat mendahului waktunya, orang pintar membuat sesuatu darinya, dan orang bodoh, menentangnya" (Jean Baudrillard)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media Sosial, Manusia, dan Demokrasi

Penulis : Muh Arya Gandi Abdillah Dunia maya sudah tidak asing lagi di telinga kita, karena aktivitas hidup kita telah dijalankan dalam dua dunia, antara dunia realitas dan dunia maya, bahkan kondisi kehidupan kita sudah bisa di ketahui oleh keluarga serta orang yang mungkin tidak kita kenal dari jaraknya jauh, karena kita selalu bikin status tentang sedih dan emosi seolah-olah dunia maya adalah malaikat untuk siap mendengarkan curhatan. Keterlimpahan aktivitas yang lebih banyak di media sosial, membawa kita pada arus modernitas yang semu, karena seolah-olah media sosial dengan pendekatan hegemoninya meyakinkan manusia untuk mempercayai bahwa ketentuan segalanya bahkan jodoh bisa di tentukan lewat media sosial dengan penggunaan aplikasi jodoh. Dan juga bisa mendefinisikan kecantikan dan ketampanan sesuai dengan selera fisik yang di inginkan. Hegemoni dunia maya dengan pendekatan algoritmanya, manusia setiap hari telah di kuasai namun tidak di ketahui bahwa kita telah masuk dalam pusara

APA ITU PMII

 Apa Itu PMII? Ada satu hal sering kali teringat dalam setiap memperkenalkan PMII terhadap mahasiswa baru di kampus IAIN Palopo. Pertanyaan itu sepintas seolah menyamakan PMII dengan salah satu organisasi yang konsentrasi di bidang kesehatan, yakni PMI. “Apa itu PMII kak?”, tanya salah seorang mahasiswa baru.  “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dek”, jawab senior. “Itu kah Palang Merah Indonesia (PMI)?”, ujar mahasiswa baru sambal mengernyitkan dahi. “Bukan dek. Jadi, memang kalau di Perguruan Tinggi itu beda antara PMI dan PMII, karena dari kepanjangannya juga sudah dapat dibedakan, apalagi penyebutannya”, pungkas senior yang begitu sabar menghadapi lontaran pertanyaan. “Oh begitu ga kak? Saya kira sama dengan itu yang biasa di sekolah waktu ku SMA”, ungkap mahasiswa baru yang amat penasaran. Tak jarang ketika salah seorang senior dari PMII selalu dilontarkan pertanyaan demikian. Lantaran, di Perguruan Tinggi khususnya di IAIN Palopo organisasi tersebut baru dia dengar istilah itu.